Skip to main content

Cahaya Kecil di pojok gua

Dan, berdiri di sebuah Pohon Mahoni, menarik daun-daun dan batang supaya pohon itu berdiri menjulang. Tiada susah baginya untuk mengerjakan itu. Beberapa batang pohon mahoni sudah ia panjat untuk memangkas dahan-dahan yang tidak perlu.
Daun-daun yang ia dapatkan ia gulung untuk diberikan ke kakeknya di desa sebelah. Kakeknya memang memelihara kambing hias. Biasanya kambingnya kakek ia berikan daun mahoni sebulan sekali.
Dengan sepeda ia ayuhkan kakinya, sampai di tengah jalan ia bercanda gurau dengan sosok Orbs dari dirinya sendiri. Hi Dan, apa yang akan kau lakukan disini?.. Oh, Orbs aku akan menjadi anak yang berjasa dan berguna untuk Ayah, Ibu dan Adiku jika sudah besar nanti.
Namun candaan kali ini tiba-tiba berubah mencengangkan. Dan, tau kah engkau bahwa sebentar lagi kau akan kehilangan semuanya? Apa maksudmu Orbs? ..
Aku tidak mungkin mengatakan ini sekarang, karena kau suatu saat akan tahu sendiri.
“Orbs, cepat katakana kepadaku?”
Tidak Dan, cepat kau antarkan segera daun-daun itu, pasti kakek akan menyambutmu dengan senang disana.
Orbs, dimana kau?
Bayang-bayang Orbs, sudah tidak ada lagi.
Dan pun bingung dengan apa yang telah terjadi padanya, siapa Orbs dan mengapa ia mengenalnya mendadak? Apakah ini firasat?
Kehilangan semuanya? Begitulah pikiran Dan saat itu.
Benar, sampai disana kakek segera menyambutnya dengan wajah yang berbeda. Berbeda sekali seperti biasanya, ia sangat-sangat senang. Cu, terimakasih Daun Mahoninya, begitu katanya.
Dan, untuk sementara waktu kamu disini dulu, jaga rumah ya? Kakek mau pergi sebentar.
Kakek akan pergi ke pasar.
Ingatan Dan terus berputar-putar membayangkan sesuatu yang telah terjadi padanya, berulang-ulang ia ingat, hanya itu saja yang ia ingat.
Dan kembali membayangkan sesuatu,
Dan bingung apa yang telah terjadi pada keluarganya. Kakek melarangnya untuk pulang ke rumah.
“Baru setelah Lima tahun berikutnya, Kakeknya menjelaskan. Dulu Kakek pergi ke Pasar, di pasar kakeknya mendengar kabar kalau kampung disana baru saja terjadi perang suku. Lalu setelah kisruh reda kakeknya menjumpai bahwa anaknya telah mejadi korban perang suku. Tidak diketahui mereka tewas atau tidak, mereka semua tiada bekas. Mungkin mereka diculik oleh suku itu. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar hilangnya mereka.”
Ironis sekali, itulah penyebab Dan sebatang kara. Ia menangis namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya, ia berpikir tapi pikirannya tidak sampai. Mengapa?
Benar saja, ia memberanikan diri ke Rumahnya, tiada siapa-siapa disana. Ia hanya meratap penuh dendam dan penuh tanda Tanya.
“Dan tetap berusaha tidak mengingat semua cerita kelu dirinya, mengapa ia sebatang kara. Misteri dibalik hilangnya keluarganya hanya sebuah penopang untuk dirinya maju. Berjuang tanpa lelah mengais hidup yang hanya sebentar. Itu adalah perang suku yang sering terjadi di kampungnya. Perang suku yang sering meminta korban, bahkan seisi rumah bisa dibantai.
Dan hanya beruntung bisa selamat. Namun, ia tak habis pikir. Namun disisa hidupnya ia akan terus mencari keluarganya siapa tahu masih ada yang selamat.
Dering jam berbunyi, segera Dan membuka matanya. Waktu subuh telah tiba, segera ia bersih-bersih tubuh dan berwudhlu, lalu ia bertasbih di fajarnya malam yang sebentar lagi menyingsing. Terdengar rintik hujan berpacu, semakin cepat hingga air hujan benar-benar mengucur dari langit. Kawanan burung Srewiti beterbangan mencari tempat yang teduh. Bagi Dan, sesuatu hal seperti itu bukanlah hal biasa, sejak ia diasuh oleh sang kakek. Sekolah pun dibiayai kakek. Ia tetap semangat demi bisa menemukan saudaranya yang hilang atau setidaknya bisa mengetahui kabar pasti tentang mereka.
Sepuluh tahun lebih lima bulan lima hari, Dan pamit meninggalkan kakeknya seorang diri menuju ke Ibu Kota juga hanya seorang diri. Ia berharap segera mendapatkan pekerjaan dan bisa membantu kakek di kampung. Sambil mencari pekerjaan yaitu tepat saat Dan berusia 18 Tahun tiga bulan lebih empat hari. Dan menemukan berita kusam tentang pembantaian suku di suatu Kampung di Madura. Ya, disitu tersiar jelas bahwa itu lokasi rumahnya Dan. Dan kaget dan tertarik dengan berita itu, segera ia menelusuri satu demi kata dalam berita itu.
Tidak puas dengan berita itu, segera ia mencari berita itu melalui internet, dan benar memang telah terjadi pembantaian. Pembatantaian itu ternyata dimotori oleh para Teroris.

Tampak mencengangkan, Dan masih punya harapan. Bahwa salah satu korban masih selamat dalam tragedy tersebut. 

Comments

Popular posts from this blog

Dahsyatnya Shalat Malam dan Puasa Sunah Daud

Beberapa kali saya mencari kata kunci lewat mesin telusur web, di halaman pencarian "Shalat Tahajud dan Puasa Sunah Daud" saya menemukan pencerahan dan mendapatkan banyak pelajaran karena banyaknya blog dan situs yang membahas amalan ini. Ibadah tersebut adalah dua ibadah yang sering dilakukan oleh Nabi Daud. Beliau bangun di sepertiga malam terakhir dan melaksanakan Shalat kemudian berpuasa sehari berbuka sehari.  Hadis-hadis:  Kaifiat Qiyamullail (Shalat Lail) Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:  مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي “Rasulullah shal...

Pendidikan di Indonesia dalam Tanda Tanya

    Pendidikan adalah hak warga negara. Seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 28E Ayat 1 dan secara khusus pada Pasal 31.       Kewajiban negara terhadap warga negara dalam bidang pendidikan memiliki dasar lebih esensial karena juga menjadi tujuan dari adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “… untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, …”    Menyikapi pentingnya pendidikan sebagai pijakan bangsa Indonesia tersebut, saya mencoba berfikir. Kebetulan saya diamanatkan oleh Allah Swt. sampai dengan saat ini menjadi pendidik selama kurang lebih sudah enam tahun.    Saya pun telah mengenyam pendidikan yang menurut saya cukup lama sampai memperoleh gelar sarjana. Sa...