Skip to main content

Pancawarna saksi semburat pilu


Langit sore menengadah, jenjang kaki berseliweran kesana-kemari lewat halaman rumah, rona wajah yang turut berduka terhampar diwajah mereka yang datang bergantian. Semilir sepoi menampar pelan wajah anak yang paling kecil yang bimbang dalam kedukaan yang nyata. Ia menengadah sendari setelah melepas kepergian sang pelipur lara hidupnya, orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Sepeninggal Ibunya, ia buncah. Berpikir bahwa Ibunya akan kembali dengan segera, namun ia salah berhari-hari tetap selalu tertimbun tanah dan tak kan pernah kembali.
Mungkin itulah pelajaran tentang kematian baginya, yang mati tidak akan pernah kembali karena telah pindah alam. Di pusara ibunya, Ia membayangkan sesuatu itu kembali. Tentangnya semuanya, memang tinggalah cerita dan lama-lama menjadi tanah juga.
Berhari-hari Mereka ditinggalkan olehnya, perubahan yang nyata baginya telah ditinggalkan pergi orang yang sangat dicintainya, pelan-pelan ia terbiasa tidak bersamanya lagi.
Ini bukanlah cerita palsu atau karangan belaka, namun benar-benar nyata yang terjadi. Sepeninggalnya, Bunga pancawarna tiba-tiba layu tanpa sebab. Tepat didepan rumahnya, Bunga itu sepertinya ikut memancarkan rona kehilangan, padahal bunga itu sedang disiraminya si kecil “Rifki” dengan ember-ember hitam yang biasa dipakai.
Waktu malam, sepulang shalat Isya dan mengaji, Mereka bertiga terkejut mendengar lolongan Si Pus, Meeeeooooorwww! Grrrhhhh!!..
“Kak itu suara apa?
“Sepertinya suara kucing? Apa yang terjadi dengannya? Kedua kakak Rifki bingung..
Rona wajahnya menampakkan kebingungan..
Ayo kita selidiki..
Mereka bertiga bergegas mencari suara itu dibalik semak belukar dalam gelapnya malam..
Gerimis rintik-rintik perlahan membasahi ubun-ubun mereka hingga membasahi seluruh tubuh mereka.. Hujan semakin deras, kilat tanpa Guntur menyinari gelapnya malam..Kilat bagai lampu disko itu.
Tak ada rasa takut entah itu macan yang tiba-tiba menerkam mereka..
“Pus… pus… pus!!!
Tak ada suara.. namun sepintas kemudian, Ngeorrghhh!!
“Apa itu kak? Aku takut!!
Jangan takut, hanya suara kucing!
Mereka pun dengan perlahan-lahan melangkah mengikuti suara itu..

Tiba-tiba kedengaran suara Ayah yang muncul dibalik semak belukar..
“Ayah?, mereka terkejut ketika Ayahnya memegang Kucing Pusi kesayangannya,
Suaranya lemah,
Pussiii…. Kau kah itu??.........
***
Sepertinya ada yang telah menyerang Si Pus. Tiba-tiba benar, mereka menjumpai Si Pus tak berdaya, Kucing mereka yang baru saja melahirkan tiga anaknya kemarin kini teronggok didepannya. Si Pus menangis merintih dan meringis-ringis, seakan-akan ia mengucapkan kata perpisahan dan memohon maaf dan menitipkan anak-anak yang baru saja ia lahirkan kepada mereka bertiga. “Mereka bertiga ikut menitikkan air mata dan iba terhadap kucing kesayangannya.”
Kucing itu mengeong-ngeong lemah mengucapkan kalimat syahadat, pelan, sangat pelan.. dan diwaktu terakhir. Kucing itu menitikkan air mata sebagai perpisahan terakhir. Nge….ong..!!.
“Kucing itu perutnya terkoyak, seperti ada sesuatu yang menerkamnya, kemudian Ayah memendam Kucing yang meninggal itu sambil menutup matanya.” Padahal kucing itu baginya sangat berarti, sangat penurut. Bahkan pernah ia menangkapkan Burung Gemak yang utuh tanpa luka , kemudian burung itu dipanggang dan disantap bersama-sama, Burung itulah gemak (Turnix sylvatica) yang biasa hidup di semak-semak, merekapun melemparkan tulang-tulangnya ke kucing itu.
Ketika pagi tiba, seisi rumah bingung, karena burung kepodang tidak berkicau, ternyata ia mati di kandang, begitupun kucing Si Kembang Asem. Ia pergi tak tahu kemana.
“Kak, “kepodang kita mati!”
“Mana?”
“Itu di kandang kak..”
“Yang benar, kita baru saja kehilangan Ibu, Kucing kita kemudian kepodang”
“Sepertinya ini cobaan yang besar bagi kita de?”
“Sabar ya de?”
“Mari kita kuburkan kepodang itu..
***
Memang belum cukup sampai disitu saja, Kembang Asem hilang…
“Rifki dimana si kembang Asem?
“Tidak tahu kak… tadi siang masih kelihatan kak…
“Budi, Kau tahu si Kembang asem?
“Tidak tahu juga kak.”
Kembang asem itu telah pergi entah kemana…
Semalam memang kedengaran suara Anjing melolong-lolong di dekat makam. Ketika itu suasanannya sangat miris. Anjing yang melolong-lolong tanpa henti.. Dan Kembang Asem, malam itu terlihat keluar Rumah.
Ini mungkin sebab rasa cinta binatang terhadap majikannya, ia juga ikut merasakan. Bahwa majikannya telah tiada.
“Malam berikutnya, tiga anak kucing itu menangis. Ngeeng…. Ngeeeong.. memanggil-manggil ibunya. Mencari susu yang mirip seperti susu ibunya. Menyundul-nyundul, tapi ia tetap sendu, seperti merasakan bahwa ibunya telah pergi. Anak kucing itu memberi isyarat kelaparan. Kemudian Rifki menyusinya dengan dot bayi, isinya susu sapi. Entah cocok atau tidak.
Berhari-hari kucing kecil itu mengeang-ngeong lemah, ngeeeng… ngeeeoong. Mereka memanggil-manggil ibunya. Hingga kelu upaya Rifki dan kakaknya tak ada hasil, Rifki tak bisa berpikir rasional dan benar, Anak kucing itu kembali menyusul ibunya untuk pergi selama-lamanya. Mereka bertiga pun memendam mereka dekat dengan pusara Si Pus.

Aku bisa mengarang berpuluh-puluh kisah tapi ini benar-benar kisah yang nyata.
Bukanlah kebetulan jika cinta yang pergi akan mendatangkan cinta yang baru. Walaupun kepergiannya sangat singkat namun peninggalannya begitu menyentuh di dalam hati.
Apalagi sosok yang sangat kita sayangi.


Grenggeng, 4 Mei 2013

Comments

Popular posts from this blog

Dahsyatnya Shalat Malam dan Puasa Sunah Daud

Beberapa kali saya mencari kata kunci lewat mesin telusur web, di halaman pencarian "Shalat Tahajud dan Puasa Sunah Daud" saya menemukan pencerahan dan mendapatkan banyak pelajaran karena banyaknya blog dan situs yang membahas amalan ini. Ibadah tersebut adalah dua ibadah yang sering dilakukan oleh Nabi Daud. Beliau bangun di sepertiga malam terakhir dan melaksanakan Shalat kemudian berpuasa sehari berbuka sehari.  Hadis-hadis:  Kaifiat Qiyamullail (Shalat Lail) Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:  مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي “Rasulullah shal...

Pendidikan di Indonesia dalam Tanda Tanya

    Pendidikan adalah hak warga negara. Seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 28E Ayat 1 dan secara khusus pada Pasal 31.       Kewajiban negara terhadap warga negara dalam bidang pendidikan memiliki dasar lebih esensial karena juga menjadi tujuan dari adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “… untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, …”    Menyikapi pentingnya pendidikan sebagai pijakan bangsa Indonesia tersebut, saya mencoba berfikir. Kebetulan saya diamanatkan oleh Allah Swt. sampai dengan saat ini menjadi pendidik selama kurang lebih sudah enam tahun.    Saya pun telah mengenyam pendidikan yang menurut saya cukup lama sampai memperoleh gelar sarjana. Sa...