Fajar sidik menyiratkan cahayanya dibalik bukit-bukit dan Arga yang menjulang tinggi.
Semakin lama semakin berani memunculkan cahaya fatamorgana
kejingga-jinggaannya. Tatkala fajar benar-benar muncul, Burung Prit gantil dan prenjak berceloteh riang saling
bercanda tawa melihat sang surya sebagai pertanda pagi telah tiba. Suara
riak air berkemerucuk di sekitar sungai pertanda kesibukan di Desa Kaliselang mulai bermunculan, di
bawah pohon jati sabrang nampak beberapa pemuda sibuk menimba air untuk
kebutuhannya masing-masing. Si Jago yang telah lama pergi meninggalkan
kandangnya telah bertengger di dahan pohon jambu mete yang pendek di sekitar
perkebunan pandan yang berjejer rapi.
“Ripah...ripah...
bangun sudah pagi, ayoo cepat mandi terus berangkat sekolah!.. jangan
malas-malasan begitu!...
Namanya
sebenarnya Eka Syarifah, perempuan desa berusia sekitar 10 tahun yang
berkeluarga sederhana berbilik anyaman bambu dan bercahayakan lampu teplok bertenagakan
minyak solar setiap malam-malamnya, baru sadar kalau fajar telah mendahuluinya
untuk membuka aktivitas. Biyung inah dengan tergopoh-gopoh menyipratkan air
kobokannya ke wajah ripah untuk bangun dari tidurnya. Ripah bukanlah perempuan
manja, ceroboh atau yang suka malas-malasan. Tapi karena lelah yang amat sangat
sehingga ia telat bangun, tidak seperti biasanya, biasanya ia bangun sebelum
subuh. Ayah
Ripah, Pak Joko bekerja srampangan. Entah mencari kroto, memancing ikan, buruh
nyabit, ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pekerjaan apapun ia
lakukan asal dipandang wajar dan sehat menurut Agama. Ripah tinggal di sebuah
Desa Kaliselang, walaupun desa itu tidak begitu jauh dari kecamatan, namun akses
ke Desa itu belum memadai. Dengan kontur desa yang di lereng bukit dan sungai. Untuk kebutuhan sehari-hari desa mengandalkan pasar
ginandong, yang bisa ditempuh sekitar 3 kilometeran. Tak begitu jauh,
jika jalan kaki bisa ditempuh kurang lebih satu jam.
Ripah
mempunyai dua orang adik, semuanya laki-laki. Dwi Wibowo dan Arif Riyayan. Jarak usia Bowo dan Riyayan hanya 3 Tahun. Bowo berusia 8 tahun dan Riyayan
berusia 5 tahun.
Pagi
itu juga Ripah bersegera menuju ke kamar mandi di rumahnya yang juga terbuat
dari bilik-bilik kecil, airnya dialirkan dari mata air bukit Kaliselang yang
masih bersih menyejukkan. Saat Ripah mulai mengguyur ujung kakinya terdengar
suara Biyung inah yang berteriak memanggil-manggil Ripah.
”Ripah,
Biyung mau ke warung dulu sebentar mau menjual complong di Warung mbok Jah”.
“Iya Yung hati-hati di jalan ya..”
“Iya, biyung belum masak, jadi Ripah pagi ini tidak usah
sarapan dulu ya?
Ripah
dan keluarganya memang jarang sarapan pagi, karena memang keadaan ekonominya
yang serba kekurangan. Namun walaupun begitu, tidak menyulutkan semangat
keluarganya untuk maju dan pantang menyerah. Bukankah kita tak boleh menyerah
dari keadaan tapi dengan segala kekurangan tetap harus bersyukur setidaknya
masih diberi kesempatan untuk hidup menimba nasib mengumpulkan tabungan masa
depan baik di dunia maupun di akhirat nanti. Bukankah dalam diri manusia, kita
tak boleh menyerah seperti kata Anonim “Seorang
pemenang tidak kenal kamus menyerah ia akan selalu mendukung orang lain yang
lemah, terlebih lagi untuk diri sendiri saat mengalami masa sulit”. Yah, semangat itulah yang dimiliki Ripah dan sebagian besar penduduk Kaliselang untuk selalu semangat pantang menyerah.
Beberapa
menit Ripah sudah selesai mandi. Ia segera berpakaian. Saat itu, Biyung Inah telah ada di Dapur sedang memasak air.
“Ripah, pagi ini Biyung belum masak. Ndok nggak usah sarapan ya. Tapi tenang, nanti siang Biyung bakalan masak makanan enak. Kesukaanmu, yaitu telor balado. Alhamdulillah tadi complong (anyaman pandan) Biyung laku. Trus upah Bapak mencari kroto juga sepertinya lumayan”
“Iya
Yung.. wah enak banget.”
Ripah
bergegas pamit ketika waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih seperempat,
“Yung, ripah berangkat dulu, mohon
doa restu.
“Ya, hati-hati... jaga dirimu
baik-baik”,
sahut Biyung.
Bowo hari ini masuk pukul sepuluh karena
bergantian dengan kelas satu,
Saat ripah berangkat bowo
sedang mencari ikan di sungai Kalibening dengan adiknya.
Di
Sungai Kalibening, Bowo
dan Riyayan sedang asyik mencari ikan. Walesan dari kayu salak, senar pancing dan patis mereka susun menjadi pancing. Mereka pancing,
kating, wader dan licingan. Riyayan yang memegang umpannya, sedangkan Bowo yang sibuk memancing. Umpan yang
diikatkan di patis itu berupa cacing dan ulat daun, cacing ia dapatkan di
sekitar paceran pinggir kolam dan ulat daunnya ia cari di pohon-pohon sekitar
desa Kaliselang,
biasanya paling banyak ulat daun pisang. Mereka di situ sudah sekitar satu setengah
jam. Dari pukul setengah enam sampai pukul tujuh.
“Mas,
sudah dapat lumayan banyak nih, gak seperti biasanya ya? Hari ini ikannya
banyak. Nanti Biyung pasti senang, trus digoreng dan katingnya nanti disambal. Waah, kalau Biyung yang masak pasti
enak.”
“Yo jelas lah Dik, Biyung. hehehe. Yuk, kita pulang. Udah siang nih, ntar mas telat ke sekolah deh kalo kesiangan.
Di
perjalanan pulang ke rumah, mereka bercakap-cakap.
“Dapat
berapa ekor dik?
"Tujuh belas ekor ikan kating, tujuh ekor wader dan tiga ekor licingan. Lumayan mas...”
Beberapa
langkah kakinya yang ke seberapa, akhirnya mereka sampai di gubuk sederhana kesayangannya.
”Yung, kita dapat ikan lumayan... Banyak..." Hehehe.
Mereka dengan senang memberi tahu
biyungnya. Saat itu, biyung Ripah sedang menanak nasi yang sebentar
lagi matang, dan memasukkan air panas ke tremos-tremosnya.
“Wah..
hari ini kita benar-benar makan enak. Memang Allah SWT itu maha adil, kita yang biasanya makan hanya dengan tempe dan sambal hari ini kita
bisa makan enak." "Biyung nanti juga niatnya mau membuat Telor Balado kesukaan
kakakmu."
“Wah.. asyik... Timpal mereka berdua."
Bowo dan Riyayan sedang membersihkan ikan-ikan yang akan dimasak. Biyung Ripah
sibuk mengolah bahan-bahan yang akan ia jadikan menu istimewanya hari ini.
“Le..
bapak sudah berada si sawah.
Setelah Sholat Subuh bapakmu sudah berangkat, pasti bapakmu senang kalau pulang
nanti kita bisa makan enak.. dan jangan lupa Simbah suruh kesini untuk makan
bersama siang nanti pasti terasa tambah nikmat.”
“Iya
yung... wah nikmatnya, coba kalau sepanjang hari kita seperti ini kata Bowo.
“Yang
penting kita sehat saja sudah bersyukur le..
Sehat itu mahal harganya, coba kalau kita
diberi sakit parah, biaya untuk berobat itu mahal sekali!”
“Iya
yung..” serentak mereka berdua menjawab.
“Ya sudah sana, gih mandi, tu
mandi sama adikmu Riyayan? Lagian nanti kamu sekolah”
“Iya
yung…”
Tepat
setelah mereka berdua selesai mandi. Sambal Ikan dan nasi putih sudah tersaji
di bawah tudung saji.
Mereka pun bertanya kepada Biyungnya..
“Wah,
sudah jadi sambel katingnya ya yung? Wah.. enak...”
“Ya
sudah jadi, sana buruan ganti baju? Tuh, Biyung sudah siapkan dua piring nasi
putih dan sambel katingnya di bawah tudung saji.
“Iya, yung...
Selesai berpakaian, mereka berdua pun
bergegas makan dengan lahapnya. Selesai makan, bowo pun berpamitan untuk
berangkat ke sekolah. Pukul sembilan bowo berangkat ke sekolah, jarak
sekolahnya bowo dengan rumahnya sekitar satu kilometer, tidak begitu jauh.
Sekitar
pukul setengah sepuluh semua makanan sudah matang dan tinggalah dirumah itu
Riyayan dan biyungnya. Biyungpun sudah
menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Sungguh biyung Inah
merupakan sosok biyung yang luar biasa. Walau begitu, Biyung tetap bekerja. Pekerjaan umum yang biasa dilakukan penduduk setempat, terutama kaum Ibu-ibu yaitu menganyam pandan menjadi complong, sebagai bahan awal untuk membuat topi, tas, dan souvenir yang bahan bakunya dari daun pandan.
“Le, tolong ambilkan Biyung besut untuk meluruskan ayaran pandan, biyung mau meneruskan
membuat anyaman complong.”
“Iya
yung, jawab riyayan. Beberapa menit kemudian Biyung Inah pun sibuk dengan
besutnya meluruskan ayaran yang akan dianyam menjadi complong.”
***
Tepat
pukul satu, Ripah dan Bowo beranjak pulang. Mereka pulang bersama, karena bowo
masih kelas dua SD. Jadi, mereka bisa pulang bersama walaupun masuk pukul Sepuluh. Ripah duduk
di kelas empat SD. Mereka bercengkrama di tengah jalan membahas kegiatannya
masing-masing di sekolah.
“Yu,
tadi Aku sama Riyayan dapat ikan lumayan loh yu?.. Bisa makan enak kita
sepulang sekolah.
“Wah..
hebat kamu ya dek?..
Iya kebetulan aja yu..
Banyak
kejadian yang mereka bahas juga disekolahnya tentang pelajaran apa saja yang
baru saja mereka dapatkan.
Kurang
lebih setengah jam mereka telah sampai di halaman rumah.
“Assalamu’alaikum. Yung kami pulang..., ucap Ripah dan Bowo
serentak.
“Wa’alaikum
salam”
“Wah, kalian sudah pulang.. gimana
pelajarannya tadi?”
“Menyenangkan Yung, tadi baru saja mendapatkan nilai 90. Jawab Bowo”, nilai Pelajaran Bahasa
Indonesia.
“Wah,
itu bagus.. dipertahankan ya le..
“Walau begitu, besok diusahakan lebih bagus lagi”.
“Kalau kalian pintar, kan buat kalian
sendiri nantinya. Masa depan kalian nanti bisa lebih cerah..”
“Iya
yung, serempak mereka berdua mengiyakan nasihat Biyungnya.”
Yung,
dimana Riyayan? Kok tidak kelihatan..
Riyayan
sedang main di rumah Simbah, tadi Biyung menyuruh Riyayan untuk memanggil
simbah supaya bisa ikut makan siang bareng kita. Tidak mesti kan, kita bisa makan enak? Setidaknya, supaya lebih enak, kita bisa makan bareng.
Disaat
Ripah dan Bowo
selesai ganti baju, terdengar suara sayup-sayup Riyayan dengan simbah yang
datang.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam.”
“Mak,
dimana Bapak?
“Kok tidak ikut bareng Mamak? Ucap Biyung inah terkejut.
“Wah, rasanya kurang lengkap kalau Bapak tidak ikut makan bareng kita.”
“Bapak
sedang pergi ke tegalan, katanya sudah lama tanaman singkong bapak tidak
ditengok."
“Kalau begitu nanti untuk bapak, inah bungkusin ya mak?
“Ya
sudah Mak, istirahat dulu. “
Beberapa
lama kemudian, terdengar langkah kaki dari arah luar rumah datang.
“Assalamu’alaikum?..”
“Wa’alaikum
salam. Jawab mereka semua. Oh, Bapak sudah pulang...
“Hawanya hari ini panas banget, di sawah tadi sampai habis air putih banyak,
tadi sama kang Tarjo berdua menggarap tanah Guru Parmin."
“Eh, ada Mamak.. kesini kapan ya
mak?..
“Baru
saja le,, kamu kelihatan lelah sekali?
“Bapakmu tadi juga ke tegalan dari
jam sembilan,
katanya ingin olahraga sambil cari angin melihat kebun singkongnya sudah lama
tidak ditengok.”
“Lah,
Bapak kan baru sembuh dari sakit, seharusnya istirahat dulu mak?”
“Tadi
mamak sudah menasehati bapak kamu supaya istirahat dulu. Tapi bapak kamu tetap
saja pergi ke tegalan. Kamu kan tau watak bapak kamu, kalau diam saja dirumah
katanya membosankan.
“Tapi bapakmu sudah sehat kok le..
jangan menghawatirkan bapak kamu?”
“Iya
mak, jawab Pak Joko”.
“Selesai membersihkan kaki, Pak Joko bergegas menuju ke rumahnya..”
“Pak,
hari ini kita makan enak lho?”, ucap ketiga anaknya.
“Tadi
adik sama mas Bowo
mancing dan dapat ikan banyak banget di Kalibening”, ucap Riyayan.
“Wah,
hebat sekali kalian berdua, nanti bapak jadi ketularan makan enak berkat kalian. Tapi, Bapak sholat dhuhur dulu ya?
“Biyung,
Sholat berjama’ah yuk?..
“Maaf, Pak, Biyung sedang tidak boleh sholat”, ucap biyung inah.
Ya, sudah Bapak sholat dulu...
“Ya
pak, kalo sudah selesai kami tunggu di meja dapur ya pak?
Selesai
Pak Joko sholat, merekapun langsung makan siang bareng. Semangkok telor balado,
seceting nasi putih, sepiring gorengan licingan dan wader kali. Sambel tomat
dan sambel ikan kating benar-benar menjadi menu spesialnya hari ini. Ditambah
secerek air putih sebagai dahaganya. Merekapun makan dengan nikmatnya. Mereka
hidup dalam kebahagiaan... senang, duka mereka jalani dengan tabah. Ya, hari
ini berbeda dengan hari biasanya, itulah makan mewah buat mereka. Mereka
biasanya hanya makan sepiring nasi putih ditambah tempe goreng dan sayur
alakadarnya paling mewah jika bono dan riyayan pergi memancing dan mendapat
ikan, tapi itupun sedikit. Hari ini, Tidak seperti biasanya Bowo dan Riyayan
memancing dan mendapat ikan lumayan. Dan tidak seperti biasanya makan dengan
telor balado.
“Cucuku,
kalian hebat. Semoga kita selalu mendapatkan rejeki, diberi nikmat umur
panjang.. memang Tuhan itu maha adil ya le?
***
“Di balik kehidupannya yang sering
kekurangan, di balik kesederhanaannya yang berbeda dengan orang-orang
kebanyakan yang hidup mewah di kota, namun justru itulah yang membuat mereka
tabah dan mengerti arti hidup yang sebenarnya. Kemewahan bukanlah sesuatu yang
membuat kita bahagia lahir dan batin. Namun kebahagiaan itu sesungguhnya muncul
dari ketabahan kita menghadapi masalah, sesulit apapun masalah, jika kita
selalu mensyukuri nikmat yang diberikan oleh-Nya. Membandingkan seberapa kecil
masalah itu dibandingkan dengan harga kita dilahirkan, harga kita bernapas dan
bernyawa, diberi kesehatan. Sungguh itu tiada banding!.. “
Matahari
senja malu-malu bersembunyi di balik gunung, cuaca sudah berubah menjadi lebih
teratur, angin perlahan-lahan berhembus dengan lembutnya menerpa pelipis bowo. Bowo yang sedang mengayun sabitnya,
merasakan kekuatan alam yang diberikan sang pencipta itu tidak bisa diukur.
Dalam kesepian dia ayunkan sabitnya, suasana alam yang asri ditemani kicauan
burung bersahut-sahutan seolah-olah ingin berbicara dengan bowo. Bowo, anak yang selalu ceria, berhenti
sejenak sambil memandang langit nan biru dengan gerombolan awan menyerupai
domba-domba yang saling berkejar-kejaran. Ia memikirkan sesuatu entah apa yang
ia pikirkan, tapi raut wajahnya serius seakan ingin ikut mengejar awan itu dan
mencapai langit yang begitu tinggi itu. Mungkin ia memikirkan ia bisa
membahagiakan keluarganya, menjadi orang yang berbakti kepada orang tua, agama,
nusa dan bangsa. Waktu ini lebih maju 2 tahun dari sebelumnya, sejak kejadian
makan enak dengan telor balado dan sambel ikan. Bowo sekarang sudah tambah
besar. Ya, tahun ini berbeda dengan dua tahun yang lalu... Kini, Bowo bekerja
keras dengan
daya dan usahanya untuk bisa membantu ibunya yang kini seorang diri dan bersama
adiknya yang kecil. Ayah Bowo telah tiada, karena kecelakaan. Tepatnya setahun
yang lalu, kecelakaan di lereng ketika Ayahnya dibonceng oleh tetangganya naik
Vespa tapi memang maut sudah tak dapat dikata.
Bowo
melanjutkan menyabit rumputnya, tak ada lagi pikiran ataupun angan-angannya
sehingga ia terus menerus menyabit rumputnya. Sampai warna langit mulai berubah
menjadi gelap, nampak di ufuk barat langit sudah ke jingga-jinggaan. Saat
itulah bowo
pulang menuju ke rumahnya.
Langkah
kaki bowo
percepat, karena sebentar lagi maghrib.. suara burung alasan berkicau seakan
mengintai dan memberitahu cepat pergi dari hutan ini karena sebentar lagi
gelap. Bowo
pun seakan berlari karena agak takut apalagi hutan tempat bowo menyabit menurut penduduk
terkenal angker.
“Mbe..
mbe..” suara kambing merengek-rengek meminta jatah makan dari majikannya, ia
tak memikirkan bagaimana caranya majikan mendapatkan makanan untuknya. Yang
penting ia mendapatkan makanan supaya ia bisa terus hidup.
Belum
dijelaskan sebelumnya tentang perihal kambing ini. Ya, kali ini kujelaskan. Bowo, mendapatkan kambing itu karena
ia diberi oleh simbah, simbah memberinya dua ekor kambing karena melihat bowo cucu yang rajin. Simbahnya itu
merupakan pensiunan pegawai di Desanya. Simbah kakung “Kartodiharjo” nama
panjangnya, dahulu bekerja sebagai Linmas, ia sebagai Kadus. Ia selain menjadi
Kadus juga memelihara kambing dan bertani. Sepulang bekerja, simbah kakung
selalu ke tegalan, ia menanami tanahnya dengan berbagai jenis sayuran dan
buah-buahan, tak ada kata lelah kesehariannya. Itu ia lakukan demi untuk
membahagiakan keluarganya. Dan supaya tidak perlu membeli sayuran ke pasar
karena tinggal memetik secara langsung. Tegalannya ia tanami sayuran bayam,
kangkung, singkong, pohon coklat, cabai, dipinggir-pinggir tanah tegalannya ia
tanami berbagai jenis pisang dan pepaya. Selain untuk keperluan sendiri, mbah
karto juga menjualnya, dititipkan ke pedagang yang akan menjual dagangannya ke
pasar. Selesai merawat tegalnya, mbah karto langsung mencari rumput untuk
kambing-kambingnya. Ia juga mempunyai beberapa kambing yang gemuk-gemuk. Ia mempunyai
empat ekor kambing, 2 jantan dan 2 betina.
Kalau
itu kegiatan mbah karto sewaktu masih bekerja, sekarang ia pun masih rajin
memelihara tanamannya. Juga masih memelihara kambing-kambingnya, Rumah simbah
dari rumah Bowo
berjarak sekitar 1,5 KM.
Beginilah
kisah bowo mendapatkan kambing itu, bowo sepulang sekolah biasanya bermain ke
Rumah mbah karto, ia pun ikut simbahnya ke sawah memetik kangkung,
cabai-cabainya ataupun sayuran jika sudah bisa dipanen. Nah, setelah itupun bowo ikut ngintil dibelakang simbahnya
mencari rumput. Bowo
biasanya yang memasukkan rumput-rumputnya ke kandinya, bowo senang sekali. Jika simbahnya
mencari rumput di galengan sawah, bowo
lebih senang. Karena jika simbahnya sedang menyabit rumput, bowo bisa bermain sempritan yang
terbuat dari batang pohon padi. Bono biasa membuatnya, dengan cara memotong
batang pohon padinya yang bongkot. Kemudian ia buat sebuah celah-celah kecil
dibagian tengahnya supaya sempritan itu bunyi. Jika kakeknya menyabit di pinggir
kali dekat alas gintung, bowo
mencari susuh manuk, jika susuh burung prenjak, peking atau prit ataupun pakis
kaji. Ia teliti apakah masih ada burungnya atau tidak. Jika ada, bowo niteni
tunggu sampai agak besar. Saat kakeknya menyabit di situ lagi bowo pun
mengambil anak burung itu yang bulu-bulunya masih arang itu. Lalu ia pelihara.
Sepulang menyabit bersama kakeknya biasanya sudah pukul 5 sore. Biasanya
seminggu 3 kali bowo
membantu kakeknya begitulah seterusnya. Ada kejadian saat kakek berjanji akan
menghadiahi bowo
kambing beginilah,
“Bowo, kambing mbah yang warnanya putih
yang sebentar lagi melahirkan itu, nanti kalau cempenya yang dilahirkan
selamat. Itu untuk kamu, mau?”
“Wah,
mbah. Mau mbah, nanti kalau bowo
punya kambing, pasti kambingnya tidak bakal lapar dan bowo pasti mau ngasih banyak makanan
supaya cepat besar dan gemuk”
“Benar
itu wo,
ya emang harus begitu, kalau kambingnya kurus nanti penyakitan. Tidak ingin kan
kambing yang kita pelihara penyakitan dan kemudian mati?
“Ya
jelas ga mau donk mbah...
Saat
mereka pulang menempatkan kandinya ke tempat makan kambing, terdengar suara
kambing mengembik, Mbeeee.... mbe....!!
“Terdengar
suara mbah puteri berteriak, itu pak.. kambingnya dari tadi berteriak
merintih-rintih sepertinya terjadi sesuatu, padahal sudah saya kasih makan.
“Mbah,
itu kambingnya kenapa? Kelihatanya meringik kesakitan.. Kambing mbah
jangan-jangan sakit??
“Ya
coba le, dilihatin kambing yang mana?”
“Itu
mbah, kambing yang putih itu?, Mbah
kasihan kambingnya. Jangan-jangan kambingnya mau mati!... Gimana mbah?
“.......................????
“Mana
le?”
“Itu
mbah?, “Oh, gawat le?
“Gawat
kenapa mbah?, ayo cepat mbah kambingnya diobati, kasian itu si putih..
“Ya
sebentar, kamu tungguin kambingnya?
“Mbah
mau kemana?
“Ya
mau ambil obatnya le”.
Beberapa
saat kemudian, tiba-tiba mbah kakung sudah datang dengan cekatan, membawa
beberapa karung bagor, kelapa yang sudah dibobok, abu dan beberapa kain lap.
“Mbah,
apa itu obatnya?
“Iya
le,
Terdengar
langkah kaki buru-buru dari dalam rumah. “Gimana?” Apa yang terjadi pak?..
rupanya mbah puteri yang datang dengan wajah kebingungan. Kambingnya seperti
akan melahirkan, apakah benar?
“Iya
benar Bu, Kambingnya mau melahirkan...
“Wah
mbah, dengan terkejut bowo
mendengar jawaban simbahnya..”
“Jadi
kambingnya mau melahirkan ya mbah?”
“Iya
le”
Akhirnya
satu demi satu kambing itu berhasil menyelesaikan persalinanya, telah lahir 3
ekor kambing.. semuanya sehat, 2 ekor kambing jantan dan seekor yang betina.
Bergegas
mbah kakung membersihkan kambing-kambing itu dengan lap bersih dan air kelapa.
Begitupun dengan kambing putih yang baru saja melahirkan diberi minum yang
berisi campuran makanan kambing dengan air kelapa. Setelah meminum air kelapa
kambing yang baru saja melahirkan itu juga menjilat-jilati anak-anaknya dengan
kasih sayangnya. Dengan mesranya ibu kambing itu memberi kasih sayang, air
matanya seakan menetes menahan sakit persalinannya. Begitulah kambingpun memiliki kasih sayangnya terhadap anak yang baru
saja ia lahirkan, dengan kasih sayangnya dengan nalurinya ia tidak pernah
membenci anak yang dilahirkannya. Lalu mengapa banyak ibu dari manusia yang
membuang anak, dari darah dagingnya sendiri di tempat sampah dan bahkan sampai
membunuhnya??
Dan
sebagian bekas darah yang menetes itu diberi abu supaya tidak dijilati oleh
kambing yang baru saja melahirkan. Kakek pun melapisi kandang kambingnya yang
berlubang itu dengan kandi, karung bagor dan lap. Supaya anak kambing itu
kakinya tidak terjepit dicelah-celah kandang yang berlubang itu. Karena lantai
kandangnya terbuat dari susunan kayu dibuat tidak rapat sebagai jalan supaya
kotoran itu bisa dengan mudah dibersihkan dan langsung jatuh ke bawah. Kandang
kambingnya dibuat panggung, bagian bawah kandangnya itu dibuat lubang sebagai
tempat menaruh kotoran kambingnya. “Itu
air kelapa yang dicampur makanan kambing sebagai jamu untuk kambing yang baru
saja melahirkan dan air kelapa yang tadi untuk membersihkan darah yang masih
menempel di tubuh anak-anak kambing itu le..
“jadi
begitu ya mbah?
“Ya
begitu le, Oh ya besok kalau kambing-kambing yang baru lahir itu sudah agak
besar. Mbah akan memberimu 2 ekor kambing itu sepasang, jantan dan betina.”
“Benar
mbah?, makasih ya mbah?
“Ya,
kamu juga belajar yang rajin supaya nilai sekolahmu juga baik.” Oh ya, le kamu
pilih sendiri kambingnya?.. Aku mau yang putih blonteng-blonteng kaya sapi itu
mbah?..
Beberapa
saat kemudian keluarlah ari-ari ketiga bayi kambing itu, dan langsung dipendam
supaya tidak dimakan kambing yang baru saja melahirkan.
Setelah
kejadian itu dan satu tahun telah berlalu. Pada tanggal 7 Agustus 2006
tepatnya, pada saat usia bowo menjadi sepuluh tahun simbah menghadiahi bowo 2
ekor kambing yang gemuk tapi belum begitu besar.
Begitulah,
betapa rajinnya bowo mengapa bowo dihadiahi kambing berjumlah 2 ekor supaya bowo
bisa memeliharanya sendiri di rumah. Tapi walaupun demikian, bowo juga masih sering bermain ke
rumah simbahnya, bercerita perihal kambingnya dan bercanda gurau bersama simbah
kakungnya.
Ya, demikianlah mengapa bowo
sekarang menyabit rumput setiap pulang sekolah, kembali lagi ke cerita saat
bono pulang menyabit dan kambingnya mengembik meminta makan.
Sepulang
menyabit bowo
pun langsung memberi makan kambingnya. Melihat kambing makan dengan lahapnya bowo pun merasa senang, karena
usahanya mencari rumput ternyata benar-benar disukai kambing kesayangannya.
Kambing itu makan dengan lahapnya sambil melirik ke bowo seperti mengucapkan sesuatu.
Terimakasih majikanku yang baik hati semoga rejekimu lancar.
“Mas
wo,
sudah pulang menyabit ya?.. kok adik tidak diajak menyabit si?.. tiba-tiba
terdengar suara Riyayan disertai kemunculannya dari arah dapur.
“Ya,
tadi kan adek sedang main. Jadi ya mas tidak mengajak kamu..
“Iya
sih mas, mas burungnya mas sudah saya kasih makan. Tadi sambil main di sawah
adik mencari belalang.
“Oh,
ya itu kan burungnya sudah jadi milik kamu kan? Sejak mas sekarang punya
kambing?.. hehehe... jadi ya tugas adek donk merawat burung itu.
“Ya
deh mas,
Grenggeng, 23 November 2012
Kayaknya saya kenal dengan nama eka Syarifah ini mas bowo.. 😀😀😀
ReplyDeleteBanyak pak yang namanya Syarifah...😀 Mudah-mudahan berkesan bagus karakter Bowonya. 😁
Delete